Jakarta, republikindo.com- Perlawanan terhadap kepengurusan Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO) versi Akta Notaris 4 halaman oleh Ketua Umum APKOMINDO Soegiharto Santoso versi SK Menkumham RI terus berlanjut. Memori banding atas perkara Nomor: 258/PDT.G/2022/PN.Jkt.Pst. resmi diajukan Ketum APKOMINDO Soegiharto Santoso ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin, (21/8/2023).
Selaku Pembanding semula Penggugat, Soegiharto Santoso menyatakan keberatan terhadap Putusan Judex Factie Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam Perkara Nomor 258/PDT.G/2022/ PN.Jkt.Pst. tanggal 10 Mei 2023.
Menurut Hoky sapaan Soegiharto Santoso, Majelis Hakim tingkat pertama telah salah dan keliru dalam memberikan pertimbangan hukumnya terkait kedudukan dan jabatan penggugat selaku Ketua Umum DPP APKOMINDO yang telah mendapatkan pengakuan yang sah berupa Surat Keputusan dari pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor: AHU-0000970.AH.01.08.Tahun 2019 tanggal 25 Oktober 2019 tentang Persetujuan Perubahan Badan Hukum Perkumpulan Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia.
“Sampai hari ini SK Menkumham tersebut belum pernah dibatalkan. Itu yang menjadi salah satu dasar kami mengajukan banding,” ujar Hoky yang juga menjabat Ketua Dewan Pengarah LSP Pers Indonesia dan Ketum APTIKNAS kepada wartawan usai menyerahkan berkas Memori Banding di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dia juga menambahkan, keberatan diajukan karena Judex Factie telah salah dan keliru dalam menerapkan hukum karena tidak memberikan pertimbangan yang cukup terhadap bukti-bukti yang diajukan khususnya terhadap bukti berupa Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI yang menunjukkan adanya pengakuan dari Pemerintah Republik Indonesia terhadap kedudukan dan jabatannya sebagai satu-satunya DPP APKOMINDO yang sah dan berwenang untuk menjalankan roda organisasi APKOMINDO dalam setiap kegiatannya sesuai AD dan ART APKOMINDO.
Bahkan Hoky menerangkan telah melampirkan bukti surat Nomor: AHU.2.UM.01.01-4714, tertanggal 30 November 2022 dari pihak KEMEN KUMHAM RI, yang dibuat dan ditandatangani oleh Santun M. Siregar, selaku Direktur Perdata, pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, terkait penjelasan keabsahan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Dalam SK tersebut disebutkan: “Memperhatikan Surat saudara, terlampir Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: AHU-0000970.AH.01.08.Tahun 2019, tanggal 25 Oktober 2019. Terhadap surat keputusan tersebut tetap berlaku sepanjang tidak dilakukan pembatalan atau pencabutan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.”
Selain itu Hoky menyatakan keberatan bahwa Judex Factie nampaknya hanya melakukan pertimbangan secara sepihak terhadap bukti yang diajukan oleh pihak Terbanding I dahulu Tergugat I (Rudy Dermawan Muliadi) maupun Terbanding III dahulu Tergugat III (Kantor Hukum OTTO HASIBUAN) berupa Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hingga Putusan Mahkamah Agung sehingga pada akhirnya tidak cermat dan keliru dalam mengambil suatu keputusan.
Hoky juga membeberkan materi keberatannya bahwa Judex Factie telah salah dan keliru dalam menerapkan hukum karena tidak memberikan pertimbangan yang cukup terhadap bukti-bukti yang diajukan khususnya terhadap berupa Salinan Putusan Kasasi Perkara Nomor: 483 K/TUN/2016, tanggal masuk 18 Oktober 2016 dengan putusan tanggal 01 Desember 2016. Dimana menurutnya, dalam amar putusan antara lain; Menolak permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi: Sonny Franslay yang merupakan kelompok pihak Terbanding I semula Tergugat I dan kelompok pihak Terbanding II semula Tergugat II (Faaz Ismail).
“Keputusan itu telah berkekuatan hukum tetap atau Inkracht Van Gewijsde dan tidak dapat membatalkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, dalam memori banding tersebut saya mengajukan total 7 keberatan,” tutur Hoky.
Hoky juga berharap upaya hukum yang ditempuhnya kali ini bisa berhasil. “Karena bagaimana mungkin kepengurusan dengan SK Menkumham RI dikalahkan oleh kepengurusan dengan hanya bermodalkan 4 lembar akta Notaris yang didalamnya jelas berisi kalimat: Untuk selanjutnya disebut Perseroan, bahwa dalam rapat tersebut telah hadir seluruh pemegang saham perseroan.
Untuk itulah Hoky berharap Majelis Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta berkenan membaca bukti akta No. 35, tertanggal 27 Desember 2016 milik Terbanding I semula Tergugat I atas nama Rudy Dermawan Muliadi yang hanya setebal 4 (empat) halaman saja, dibandingkan dengan akta Notaris No. 03 tertanggal 05 Oktober 2019 hasil Munas APKOMINDO tahun 2019 setebal 48 halaman dengan dilengkapi seluruh proses Munas APKOMINDO, termasuk terdapat surat-surat keputusan hasil MUNAS APKOMINDO.
"Saya yakin hukum di negara ini akan menjadi panglima dan pada akhirnya ‘mafia’ hukum perkara APKOMINDO tak bisa kalahkan kebenaran. Yang pasti kepengurusan versi dokumen Pemerintah tidak boleh kalah dengan Akta Notaris hasil Rekayasa Munaslub APKOMINDO tanggal 02 Februari 2015 dan hasil rapat tanggal 08 Desember 2016 yang tidak jelas lokasi pelaksanannya, serta tidak ada seorang pun dari DPD APKOMINDO yang hadir," tandas Hoky. (Randy)